KESUKSESAN TIDAK AKAN DENGAN SENDIRINYA, KESUKSESAN HARUSLAH DIJEMPUT DENGAN USAHA DAN DOA
Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bunda Dan Bundaku

BUNDAKU DAN BUNDA KU
Karya: MIHRAH
Nara...Nara...,ayo bangun sayang.Hari sudah siang,nanti kamu terlambat.Dengan mata yang masih mengantuk,Nara mencoba bangun kemudian dia termenung sesaat dan berkata dalam hatinya,’’mengapa bukan Bunda yang pertama kali kulihat,ketika aku mulai menatap matahari’’ .Namun,tiba-tiba dia tersadar dari lamunannya ketika Ayahnya mengajaknya untuk segera mandi.
Selesai mandi,Nara sarapan pagi bersama Ayahnya,satu-satunya orang yang ia punyai saat ini setelah Bundanya tiada.Nara,kamu berangkat bersama Ayah.
‘’iya Ayah’’,balas Nara.Sesampainya di sekolah,Nara langsung masuk kelas dan duduk di tempat duduknya.Seperti biasa,Nara kembali mengingat kembali kejadian yang telah merenggut nyawa Bundanya. Waktu itu Nara masih berumur 6 tahun ketika ia bersama orang tuanya mengalami kecelakaan,dimana kecelakaan itu yang telah merenggut nyawa Bundanya.Kini,Naratelah berumur 8 tahun.Waktu 2 tahun tidak membuatnya melupakan kejadian itu.
Di sekolah,Nara termasuk anak yang pandai.Namun,semenjak kejadian itu,prestari Nara menurun. Dia lebih banyak termenung di banding bergaul dengan temannya.
Teng ........Teng........Teng........
Jam pelajaran telah usai.Seperti biasa,Nara langsung pulang bersama sopirnya.Sesampainya di rumah,Nara langsung masuk kamar kemudian memandangi fotonya bersama Ayah dan Bundanya.Tiba –tiba Bibi memanggilnya,’’Non...makanan sudah siap’’,kata Bibi sambil mengetuk pintu kamar Nara.
‘’Iya tunggu sebentar Bi’’.Setelah ganti pakaian,Nara lalu turun untuk makan.Selesai makan,Nara pergi jalan-jalan di kompleks sekitar rumahnya.sebelum magrib.Nara sudah pulang dan ketika pukul 21.00 WIB,Nara sudah tidur. Ia tidak pernah menunggu Ayahnya karena Ayahnya baru akan pulang ketika hari sudah larut malam.
Besok hari minggu,Nara akan pergi berziarah ke makam Bundanya.Tak lupa ia membeli mawar putih kesukaan Bundanya dan membawa album foto kenangannya bersama Bundanya.Sesampainya di makam,air mata Nara tak terbendung lagi.Ia pun menangis sambil menceritakan kisah hidupnya semenjak Bundanya tiada. Tak terasa hari semakin siang,matahari seakan-akan membakar apa saja yang ada di hadapannya.Sebelum pulang,Nara selalu menyanyikan sebuah lagu untuk Bundanya.Dengan air mata yang membanjiri pipinya bagaikan kota Jakarta yang habis di guyur hujan,Nara pun menyanyi.
Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda
Pikirku pun melayang
Dahulu penuh kasih
                                    Jiwa raga dan seluruh hidup 
                                    Rela dia berikan
            Kata mereka diriku selalu dimanja
            Kata mereka diriku selalu ditimang
                                    Ooh Bunda ada dan tiada dirimu
                                    Kan selalu ada di dalam hatiku...........
            ‘’Bunda,Nara pulang dulu’’,Ucap Nara sambil mencium nisan Bundanya.Di tengah perjalanan,Nara melihat sosok Bundanya.Namun,semua itu tiba-tiba sirna ketika Bibi memanggilnya.
            Non.... ...Non.......,dari mana saja?
            ‘’Maaf Bi,Nara dari makam Bunda’’,Jawab Nara dengan wajah yang masih bingung dengan sosok Bundanya yang barusan ia lihat.
            ‘’Ayo pulang Non!Bapak ingin bicara’’,Ucap Bibi.
            ‘’Iya Bi’’,Tukas Nara.
            Sesampainya di rumah,Nara langsung ke ruang kerja Ayahnya.’’Nara,belakangan ini Ayah lihat nilai kamu menurun.Jadi,Ayah berfikir untuk mencarikanmu guru privat’’,Kata Ayahnya sambil membelai rambut Nara.Sebagai anak yang patuh,Nara setuju-setuju saja.
            Terima kasih Nara, kamu mau dengar kata ayah
            Keesokan harinya, guru privat itu datang bersama ayahnya. Betapa kagetnya Nara melihat guru itu. Ternyata wanita yang kemarin ia lihat itu benar-benar ada dan kini akan mengajar dirinya
            “Nara, ini Ibu Dyna. Dia yang akan menjadi guru privatmu” kata Ayahnya
            Nara bertambah kaget lagi karena nama wanita itu juga sama dengan nama Bundanya. Sejenak ia berfikir, “apakah wanita itu adalah wanita yang diutus Bunda untuk dirinya?”Nara...............,” ucap Ayahnya yang membuat dirinya tersadar.
            “iya Ayah, ada apa?”
            “Nara, Ayah akan kembali ke kantor. Semoga kamu menyukai gurumu itu.”
            “iya Ayah”
            Tidak terasa sudah hampir 2 bulan,Nara di ajar oleh Ibu Dyna.Nilai Nara pun sudah beranjak baik dan ia pun semakin akrab dengan gurunya itu.
            Suatu hari,Nara berbicara dengn Ayahnya.Ia meminta Ayahnya untuk menikah dengan Ibu Dyna.Dengan wajah setengah tidak percaya,Ayah Nara berkata,’’Nara,apa kamu serius dengan ucapanmu itu’’?
            ‘’Iya, Ayah’’,Jawab Nara meyakinkan Ayahnya.
            Baik Nara,Ayah akan lakukan itu jika itu akan membuatmu ceria lagi.Tapi,Ayah harap kamu tidak melakukan itu hanya semata-mata karena ia mirip Bundamu.
            ‘’Tentu tidak Ayah’’,Jawab Nara lagi.
            Keesokan harinya,Nara bersama  Ayahnya datang menemui Ibu Dyna kemudian mengutarakan maksud kedatangan mereka.
            Dengan wajah yang berseri,Ibu Dyna menerima lamaran itu karena ia juga sangat sayang dengan Nara.
            Akhirnya Ayah Nara dan Ibu Dyna menikah.Mereka menikah di hadapan makam Bunda Nara atas permintaan Nara sendiri.Sejak pernikahan Ayahnya dengan Ibu Dyna,Nara tidak pernah bersedih lagi.Ia begitu menyayangi Ibu Dyna seperti Ia menyayangi Bundanya. Ia juga memanggil Ibu Dyna dengan panggilan Bunda.
BUNDA................................... I LOVE YOU
Mihrah ( 23)
XII IA 2
 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jeritan Hati Syifa

*JERITAN HATI SYIFA*
Penulis : Kurniyati Lukman
Sang surya kembali menyapa bumi pertiwi. Pancaran sinarnya telah membangunkan seluruh penghuni jagat raya. Semua makhluk hidup kembali menjalankan aktivitasnya.
          Tok....tok......tok.....
“Non, bangun non! Sudah pagi, nanti non terlambat ke sekolah” teriak Bibi mengetuk pintu kamar Syifa.
“Iya Bi, Syifa bangun” teriak Syifa dari dalam kamar.
Syifa segera bangun dan bergegas mandi. Syifa Anugrah begitulah nama lengkap Syifa, anak tunggal dari pasangan suami istri yang kaya raya. Ayahnya sibuk dengan perusahaannya begitu pula ibunya yang sibuk urusan butiknya sehingga mereka kurang memperhatikan Syifa. Selesai mandi, Syifa bergegas berpakaian dan menuju meja makan untuk sarapan.
“Bi, Ayah dan Bunda kemana” tanya Syifa
“Tuan dan Nyonya sudah berangkat non, sebelum non bangun, katanya ada urusan penting” jawab Bibi
“ Bisnis, bisnis. Cuma itu yang mereka pentingkan. Mereka enggak peduli ma aku”gerutu Syifa. Dia sudah tidak berselera makan. Syifa lalu pamit dan berangkat ke sekolah diantar oleh sopir pribadinya.
Sampai di sekolah, Syifa turun dari mobil dan bergegas mengejar Tari.
“Tar-Tar, tungguin” teriak Syifa
Tari menoleh ke belakang dan melambaikan tangan pada Syifa yang berlari mengejarnya.
“Cepetan syif” teriak Tari menyemangati Syifa
“ Cepet, cepet. Aku udah ngos-ngosan tau” Syifa cemberut
“ Hehehehehe......ngk usah marah donk cantik, lagian kamu sih tadi manggil aku Tar-Tar emangnya aku kue Tart” Tari berusaha merayu Syifa
“ Iya deh, yuk masuk kelas” ajak Syifa menggandeng Tari.
Mereka berjalan menuju kelas mereka di lantai dua. Di sekolah Syifa tergolong siswi yang pandai, selain cantik dan ramah sehingga banyak yang berusaha untuk mendapatkan hatinya tetapi Syifa tidak pernah menanggapi mereka. Dia hanya ingin berteman dengan mereka.
Tak lama Syifa di kelas, bel berbunyi. Seluruh siswa dan siswi masuk ke kelas masing-masing. Pak Takdir Kahar guru bhs.Indonesia masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran. Guru ini adalah salah satu guru favorit Syifa.
“Baiklah anak-anak, hari ini kita akan belajar mengarang. Siapkan kertas masing-masing dan buat karangan tentang kenangan terindah bersama orang tua” perintah Pak Takdir.
Semua siswa mematuhi perintah Pak Takdir dan mulai  mengerjakan. Tiba-tiba Syifa merasa sedih, dia teringat kembali kenangan bersama orang tuanya di puncak. Dulu mereka selalu menghabiskan waktu bersama saat liburan, tidak seperti sekarang. Sambil menulis, Syifa terus memutar kembali memori-memori kenangannya bersama Ayah dan Bundanya.
“ Mungkin, itu tidak akan terjadi lagi “ pikir Syifa.
Syifa meneruskan karangannya . Setelah selesai, Syifa mengumpulkan karangannya bersama teman-teman yang lain.
“ Syifa, bisa kemari sebentar” panggil Pak Takdir saat Syifa hendak duduk.
“ Iya Pak”  Syifa mendekati Pak Takdir.   
“ Saya ingin kamu membawakan puisi ini pada acara  pentas seni besok” ucap Pak Takdir
“ Saya Pak?”tanya Syifa menunjuk dirinya
“ Iya kamu,  Bapak rasa kamu Cuma kamu yang pantas membawakan puisi ini” Pak Takdir menyerahkan secarik kertas kepada Syifa. Syifa menerima kertas itu dan membaca sekilas.
“ Besok saat pulang sekolah, saya tunggu untuk latihan dan saya harap kamu tidak mengecewakan saya” ujar Pak Takdir sebelum meninggalkan kelas Syifa. Syifa tertegun
“ Fa, kok ngelamun” Tari menepuk bahu Syifa
“ Nggg......ngk papa kok Tar, aku disuruh bawain puisi ini buat pentas seni besok” ujar Syifa
“ Wow, bagus donk. Kamu harus nunjukin penampilan terbaik kamu Fa” ujar Tari bahagia
“ Iya Tar, tapi kamu kan tahu aku suka demam panggung”
“ Ayolah, kapan lagi kamu bisa nunjukin bakat kamu. Aku bakal terus menyemangatin kamu”
“ Thanks ya Tar”
“ Iya, ayo duduk. Tuh Bu Icha dah datang”
Syifa dan Tari kembali ke tempat duduk mereka. Pelajaran demi pelajaran dilalui, tak terasa bel pulang telah berbunyi. Syifa dan Tari segera membereskan buku-buku mereka dan keluar dari kelas.
“Tar, pulang bareng enggak nih? “ tanya Syifa
“Aduh maaf ya Fa, aku udah di jemput ma nyokap nih, mau nemenin nyokap belanja” ujar Tari.
“ Iya udah, enggak apa-apa” ujar Syifa tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya.
Mereka berpisah di gerbang sekolah, Syifa bergegas menuju mobil jemputannya . Saat ingin masuk, Syifa melihat Tari yang dijemput oleh nyokapnya. Mereka kelihatan kompak dan bahagia. Syifa termenung, air matanya saling mendesak untuk keluar.
“ Kapan aku bisa seperti Tari? bisa jalan-jalan dengan Bunda?” batin Syifa bergerumuh. Dadanya sesak. Syifa masuk kedalam mobil dan pulang.
Sampai di rumah, Syifa berlari ke kamarnya dan menguncinya. Syifa menghempaskan tubuhnya di tempat tidur yang beralaskan sprei winnie the pooh kesukaannya. Air matanya kembali menyeruak tak tertahankan. Syifa menggapai frame di meja tempat tidurnya. Dia memandangi foto tersebut. Di  foto itu, ada Syifa, Ayah dan Bundanya ketika berlibur di pantai.
          “ Buat apa aku punya segalanya tapi tidak mendapatkan perhatian  dan kasih sayang” pikir Syifa.
“ Aku lebih bahagia hidup kekurangan asalkan diberi kasih sayang”
Syifa mendekap foto itu dan tak lama dia tertidur.
Tet.....tet.........tet. Alarm hp Syifa berbunyi. Syifa segera bangun dan mengganti pakaiannya. Dia berjalan ke balkon kamarnya.
“Sore yang indah” Syifa memandang langit yang kemerah-merahan.
Syifa memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kompleks rumahnya. Syifa keluar dari kamar dan mengambil sepeda di bagasi.
“Bi, aku keluar dulu” pamit Syifa
          “Hati-hati ya non” kata Bibi
“Sip” ujar Syifa mengajukan jempolnya.
Syifa keluar dari gerbang rumahnya dan menaiki sepedanya. Syifa yang sedang asyik bersepeda tidak menyadari ada bola yang menggelinding kearahnya. Dia tidak sempat menghindar dan akhirnya terjatuh.
“Aduh...” teriak Syifa
“Kakak enggak papa kan?” seorang anak kecil menghampiri Syifa
“ Iya, enggak apa-apa kok dek” Syifa berusaha berdiri dan mengambil sepedanya. Anak kecil itu melihat lutut Syifa berdarah , dia berteriak memanggil mamanya.
“Mama....mama” teriak anak kecil itu. Seorang Ibu muda datang tergopoh-gopoh mendengar anaknya memanggilnya.
“Ada apa sayang” tanya ibu muda itu
“Kakak itu terluka gara-gara bolaku” anak itu menunjuk lutut Syifa yang berdarah
Ibu muda itu mendekati Syifa.
“Kamu enggak apa-apa dek?” tanya Iibu muda itu
“ Iya, aku enggak apa-apa kok, Cuma luka kecil aja”
“ Mari saya bersihkan lukamu” ajak Ibu muda itu. Syifa menurut dan duduk dibangku taman . Ibu muda itu mengeluarkan obat merah dari tasnya dan mengoleskan ke luka Syifa.
“Maaf merepotkan” ujar Syifa
“ Tidak apa-apa, anak saya yang salah. Maklumlah masih anak kecil “ Ibu muda itu tersenyum

“ Kakak maafin Dino yah?” anak kecil itu duduk di samping Syifa.
“ Iya, enggak apa-apa Dino” ucap Syifa. Syifa yang gemas melihat Dino langsung mencubit pipi Dino.
“ Terima kasih ya Bu” ujar Syifa
“ Panggil aja kak Layla, saya belum tua kok. Nama kamu siapa?”
“ Syifa kak” Syifa melihat jam tangannya dan memutuskan untuk pulang.
“Kak Layla, Dino aku pulang dulu yah , udah sore “ pamit Syifa.
“ Kak hati-hati ya” Dino melambaikan tangan
Syifa membalas lambaian Dino dan menuntun sepedanya pulang.  Syifa meletakkan sepeda di bagasi dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Syifa memejamkan mata sejenak.
          “ Non dari mana aja? Kok lutut non luka” Bibi meletakkan minum di meja depan Syifa.
“ Tadi jatuh Bi. Oh iya Bi, Ayah sama Bunda enggak pernah nelfon?” tanya Syifa
“ Enggak non, dari pagi tuan dan nyonya enggak ngasih kabar. Bibi ke dapur dulu ya non”
Bibi meninggalkan Syifa sendiri diruang tamu. Syifa meneguk minumannya sampai habis lalu masuk ke kamarnya. Setelah mandi, Syifa memutuskan untuk mengerjakan PR.
“ Non, makan malamnya udah siap” panggil Bibi
“ Iya bi, tunggu aja di bawah “ kata Syifa.
Syifa segera turun ke bawah. Syifa mengira Ayah dan Bundanya telah pulang tetapi perkiraanya salah. Dia tidak menemukan kedua orang tuanya di meja makan.
“ Bi, Ayah sama Bunda sudah pulang” tanya Syifa
“ Maaf non, tadi tuan dan nyonya nelfon katanya hari ini enggak pulang. Ada urusan mendadak di luar kota’ jawab Bibi
“ Ya udah bi, Bibi aja yah yang nemenin Syifa makan, Syifa malas makan sendiri”
“ Ba..baik non”. Akhirnya Syifa makan malam bersama pembantunya.
 Setelah makan malam, Syifa kembali ke kamarnya. Dia mengambil puisi  yang diberikan gurunya dan  mulai membacanya.
Tiba-tiba dia teringat untuk menelfon Ayah dan Bundanya.
Tut............tut.............tut
“ Halo, ada apa sayang?” suara dari seberang
“ Bun, besok datangkan ke acara pentas seni di sekolah Syifa. Syifa bakal tampil buat bawain puisi”
“ Iya sayang, Ayah dan Bunda usahakan. Udah dulu ya, Bunda lagi rapat” klik.
Telfon dimatikan. Syifa kembali semangat, dia tidak ingin penampilannya mengecewakan besok, apalagi Ayah dan Bundanya berjanji akan datang. Dia pun latihan hingga larut malam.
Keesokan harinya disekolah,
“ Gimana Fa, udah siap?” tanya Tari
“ Lumayan, aku udah latihan tadi malam, tapi takutnya penyakit demam panggungku kambuh lagi” jawab Syifa
“ Aduh, Syifa sayang. Kamu harus optimis. Percaya deh ma aku, kalo kamu konsentrasi demam panggung kamu bakal ilang”
“ Iya Tar, udah yuk ke kantin. Laper nih” Syifa menarik tangan Tari ke kantin
“ Iya, ayo”. Tari mengikuti Syifa.
Jam pulang sekolah....
“ Fa, duluan yah” ujar Tari meninggalkan Syifa di dalam kelas.
“ Iya’ jawab Syifa.
Syifa bergegas ke aula untuk latihan. Disana sudah banyak yang hadir untuk melakukan latihan.
“ Maaf pak, saya terlambat. Tadi Bu Aisyah terlambat masuk” ucap Syifa
“ Iya, tidak apa-apa, latihan juga baru dimulai. Sekarang, saya ingin melihat hasil latihan kamu”
Syifa segera menuju panggung. Selesai membacakan puisinya, seluruh peserta pentas seni bertepuk tangan.
“ Bagus Syifa, saya optimis pentas seni malam ini akan  berjalan dengan baik” puji Pak Takdir

“ Iya pak, saya akan berusaha” janji Syifa.
Selesai latihan, Syifa bergegas pulang. Sampai dirumah, Syifa langsung masuk ke kamar. Dia mengobrak-abrik lemari pakaiannya. Dia bingung akan memakai gaun apa untuk pentas malam ini.
“ Ada apa non, kok  bajunya di keluarin semua?” tanya Bibi heran
“ Ini bi, Syifa bingung mau pake gaun apa buat pentas nanti malam” jawab Syifa
“ Ya udah, sini Bibi bantuin”
Setelah mencoba beberapa gaun, pilihannya jatuh pada gaun berwarna putih keemasan. Gaun itu oleh-oleh Bundanya dari Paris. Sesudah mandi, Syifa segera memakai gaunnya dan berdandan.
“ Aduh, non cantik banget “ puji Bibi
“ Makasih bi, oh iya,  Ayah dan Bunda udah pulang?”
“ Belum non, mungkin lagi di jalan”
“ Ya udah bi, aku duluan aja. Acaranya di mulai jam 7 malam. Tolong sampaikan pada Ayah dan Bunda ya bi” pesan Syifa
“ Iya non, Bibi doain semoga acara nya sukses”
“ Iya bi”  Syifa segera berangkat diantar sopir pribadinya.
Sampai disekolah. Tamu undangan telah banyak yang datang. Syifa turun dari mobil dan berjalan bak putri yang anggun.
“ Ya ampun Fa, kamu cantik banget” seru Tari kepada Syifa
“ Iya makasih tar, kamu juga cantik malam ini “ puji Syifa
“ Makasih sayang. Oh iya, Ayah dan Bunda kamu mana?” tanya Tari
“ Itulah Tar, sampai sekarang mereka ngk ngasih kabar. Aku ngk taw mereka jadi datang atau tidak” jawab Syifa
“ Pasti mereka bakal datang. Yang terpenting sekarang itu penampilan kamu, kamu ngk boleh malu-maluin “ ujar Tari
“ Iya, doain aja ya”
“ Sip. Yuk masuk. Ntar kita ngk dapat tempat duduk lagi”. Syifa dan Tari segera masuk ke dalam aula. Mereka  memilih tempat duduk di baris kedua dari depan. Tak lama, acara pentas seni di mulai. Di buka dengan Tari-Tarian dan pementasan drama.
“ Syifa , sebentar lagi giliran kamu, ayo ikut saya” Pak Takdir memanggil Syifa
Syifa bangkit dari tempat duduknya.
“ Semangat fa, aku yakin mereka bakal datang so tunjukin penampilan terbaik kamu”
“ Iya tar, aku siap-siap dulu” Syifa mengikuti Pak Takdir kebelakang panggung.
“ Ingat latihan kamu kemarin, penghayatannya harus lebih bagus lagi”
“ Iya Pak”
Kemudian terdengar pembawa acara memanggil nama Syifa untuk naik ke panggung. Syifa menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia berjalan dengan pelan di atas panggung.
“ Selamat malam semua, saya mengucapkan terima kasih atas kedatangannya dalam acara ini. Saya akan membawakan puisi yang berjudul untukmu ayah dan bunda” ucap Syifa
Syifa berhenti berbicara untuk mengambil nafas dan mulai membacakan puisinya
Untukmu Ayah dan Bunda
Kasihmu… sayangmu… tak lelah kau berikan padaku…
Kau bekerja keras… kau peras keringatmu…
Walau ku sering mendurhakaimu…
kau tak pernah berhenti memberi semua itu…
Kau pun tak pernah sedikitpun meminta balasan dariku…
Karena ku tau… kau lakukan semua itu…
Hanya untuk membuatku bahagia…
Kau cahaya hidupku…
kau pelita dalam setiap langkahku…
Maafkan…bila aku belum bisa membalas semua kebaikan yang telah kau berikan untukku…
Tetapi Aku berjanji… aku akan selalu berusaha dan berdo’a semampuku… untuk kebahagiaanmu di masa tua mu nanti…
Agar kau selalu tersenyum… walaupun apa yang ku beri… tidak sebesar apa yang ku terima selama ini…
Syifa selesai membacakan puisinya. Semua yang hadir dalam acara tersebut bertepuk tangan. Mereka sangat kagum dengan penampilan Syifa. Bahkan ada yang sampai menangis karena ikut menghayati puisi yang dibawakan Syifa.
“ Terima kasih” ucap Syifa meninggalkan panggung. Syira turun dari panggung dan disambut oleh Tari.
“ Keren banget syif, aku sampai terharu” puji Tari
“ Heheheheh.....makasih untung demam panggungku ngk kambuh, aku ngk bisa tampil kayak tadi”
“Bagus Syifa, saya tidak menyangka kamu punya bakat yang luar biasa” puji Pak Takdir
“ Iya pak, ini juga karena bimbingan bapak” ucap Syifa
“ Iya, saya akan mempertimbangankan untuk mengikutkan kamu lomba baca puisi antar provinsi bulan depan”
“ Iya pak, saya akan berusaha, saya dan Tari permisi dulu pak”
“ Iya”
Syifa dan Tari keluar dari aula.
“ Tar, kamu liat ayah dan bundaku datang ngk?” tanya Syifa
“ Ngg....kayaknya ngk deh fa, aku udah cari-cari. Kayaknya mereka ngk dateng” jawab Tari
“ Gitu ya, ya udah aku pulang dulu ya”
“ Tapikan acaranya belum selesai” Tari mencegah Syifa
“ Udahlah, buat aku lama-lama disini, orang tuaku aja ngk datang” Syifa meninggalkan Tari
Syifa berlari ke mobilnya dan menyuruh sopirnya pulang. Sepanjang jalan air mata Syifa tak henti-henti mengalir. Dia begitu kecewa dengan orang tuanya.
Sampai dirumah, Syifa berlari masuk ke kamarnya.
Brak.............
Syifa membanting pintu kamarnya dan duduk ditepi tempat tidur.
          “ Ayah sama Bunda jahat, mereka enggak peduli dan sayang ma aku lagi” Syifa berteriak dalam tangisnya.
‘ Non, non enggak apa-apa kan? “ Bibi menggendor-gendor pintu kamar Syifa. Dia takut Syifa kenapa-napa.
“Jangan ganggu Syifa bi, Syifa mau sendiri” teriak Syifa dari dalam kamar.
“Kalo butuh apa-apa, Bibi ada dibawah ya non” ujar Bibi
“ Iya bi”
Syifa masih terus menangis. Dadanya sesak dan emosinya tak terkontrol.
“ Tidak ada lagi gunanya aku hidup didunia ini, selama ini aku berusaha membuat mereka bangga tapi mereka tidak peduli”
Syifa mengambil kertas dan menulis surat untuk kedua orang tuanya.
Untuk Ayah dan Bunda.........
Saat membaca surat ini, mungkin Syifa sudah tidak ada didunia ini. Selama ini Syifa berusaha buat kalian bangga, tapi kalian tidak peduli.  Syifa ingin Ayah danBunda Syifa yang dulu, yang selalu sayang ma Syifa. Hati Syifa sakit , Syifa iri dengan Tari. Tari selalu akrab dengan Bundanya bahkan mereka sering jalan-jalan bareng tapi Bunda enggak pernah ngajak Syifa belanja atau jalan-jalan lagi, kalian Cuma peduli dengan bisnis. Mungkin Syifa tidak dibutuhkan lagi di keluarga ini. Kemarin Ayah dan Bunda janji buat datang ke pentas seni di sekolah Syifa tapi  Ayah ma Bunda ingkar janji . Aku udah latihan keras buat acara itu tapi Ayah ma Bunda ngk dateng. Syifa bener-bener kecewa ma kalian. Aku butuh kalian, aku enggak butuh harta yang melimpah Ayah Bunda.......aku hanya ingin kasih sayang dan cinta dari kalian. Tapi sampai detik ini aku menunggu, kalian tidak memberikan itu. Saatnya aku melepas semua itu Ayah Bunda, aku sudah tidak sanggup.............. Sekarang tidak ada lagi yang mengganggu kalian..kalian bebas mengurus bisnis kalian. Selamat tinggal, Ayah Bunda. Sampai kapanpun Syifa bakal tetap sayang ma Ayah dan Bunda.
                                                                                                                        Syifa Anugrah
Setelah menulis surat, Syifa menggoreskan cutter ke urat nadi tangannya. tetes demi tetes darah mengalir dari tangannya. Syifa tersenyum
          “ Selamat tinggal dunia, selamat tinggal Ayah Bunda” dan semuanya menjadi gelap. Syifa ambruk di tempat tidurnya.
Seberkas sinar menyilaukan mata Syifa , perlahan-lahan  Syifa membuka mata.
“ Apa ini surga? Apakah aku sudah ada disurga?” pikir Syifa masih dalam keadaan setengah sadar. Setelah memulihkan kesadarannya, Syifa terbelalak kaget.
“ Aku dimana? Apa ini surga ? tetapi kenapa surga keadaannya seperti ini? Syifa bertanya-tanya dalam benaknya.
“Akhirnya kamu bangun juga” ucap seseorang
Syif kaget melihat sosok  yang sedang berdiri disampingnya.
“Si...siapa kamu? “ Syifa kaget dan ketakutan
“ Dimana aku sekarang? Apa kamu malaikat ?”
“ Aku bukan malaikat, panggil saja aku Rey. Kamu berada di dunia lain Syifa.” Jawab Rey
“ Dunia lain? Rey? “ Syifa masih belum bisa mencerna semua kata-kata Rey
“ Iya, dunia lain”
“ Berarti ini surga ya?”
“Hahahhahahaha................ini bukan surga, belum saatnya kamu sampai ke surga. “
Rey tertawa mendengar pertanyaan Syifa
          “ Lalu kenapa aku ada disini”
“ Hmm...............ada yang akan aku tunjukkan makanya kamu berada disini” ucap Rey.
Dia menarik tangan Syifa dan mengajak Syifa  ke suatu tempat. Syifa bertambah bingung, Rey mengajak Syifa kesebuah bangunan yang sudah kumuh. Didepan bangunan itu banyak anak-anak yang berkeliaran dan bermain. Didepan pagar terdapat papan yang bertuliskan “PANTI ASUHAN KASIH’ yang sudah lapuk. Rey mengajak Syifa masuk ke pekarangan. Syifa melihat anak-anak yang bermain dan berkejar-kejaran di halaman panti.
          “Kenapa kamu mengajakku kesini ?” tanya Syifa. Dia tak habis fikir, bagaimana dia bisa ada disini padahal terakhir kali ingatannya dia berada di kamarnya.
“ Kau akan segera tahu “ jawab Rey sambil tersenyum kearahnya. Dada Syifa berdebar-debar melihat senyum Rey.
“ Kamu lihat mereka?” Rey menunjuk anak-anak yang sedang bermain itu.
“Iya, ada apa dengan mereka?” Syifa belum mengerti maksud pertanyaan Rey.
“Mereka kelihatan bahagia bukan?” Rey bertanya lagi
“ Iya, mereka kelihatan bahagia “ jawab Syifa
“ Mereka adalah anak-anak yatim piatu, mereka sejak kecil sudah tidak merasakann kasih sayang orang tua, tapi mereka tetap bahagia “
Syifa berusaha menelaah kata-kata Rey sambil mengamati  anak-anak yang bermain dengan riang didepannya.
“ Mereka berbeda denganmu bukan?” Rey menatap Syifa
“ Maksud kamu apa?” tanya Syifa
“Kamu mempunyai kedua orang tua yang lengkap  dan harta yang melimpah tetapi kamu tidak bahagia” ujar Rey
Syifa termenung,
“ Perkataan Rey benar “ batin Syifa
“ Disini hanya ada kehampaan dan kekosongan” Rey menunjuk hatinya
“ Iya, itu benar” Syifa mengakui
“Kamu tidak pernah bersyukur dengan apa yang kamu miliki, orang tua yang lengkap dan harta yang melimpah” ujar Rey
          “ Kamu tidak pernah tahu, buat apa aku punya orang tua yang lengkap tetapi seakan-akan aku tidak   punya orang tua” ujar Syifa
Rey tidak menjawab pertanyaan Syifa. Dia menarik tangan Syifa masuk ke dalam panti.
Di dalam panti, Syifa semakin dibuat bingung. Syifa melihat anak-anak yang sedang sakit dan cacat. Tiba-tiba muncul rasa iba dan prihatin dari dalam dirinya.
“Fikirkan baik-baik, betapa beruntungnya kamu dibanding mereka, harusnya kamu menyadari itu.” Ujar Rey
Syifa tertunduk, air matanya mengalir membasahi kedua pipinya. Syifa menyesali betapa bodohnya dirinya telah menyia-nyiakan apa yang selama ini dia miliki. Rey membiarkan Syifa menangis sepuasnya.
“ Orang tuamu sebenarnya sangat menyayangimu. Mereka bekerja untukmu, mereka tidak ingin kamu kekurangan apapun. Jika suatu saat mereka meninggalkanmu, kamu tetap bisa hidup berkecukupan, bisa melanjutkan kuliah dan menggapai cita-citamu”
Rey mendekati Syifa dan memeluknya
“ Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah fa, sadarlah....masih ada waktu untuk berubah” bisik Rey ditelinga Syifa
Syifa mendongak menatap Rey.
“ Terima kasih Rey, sekarang aku sadar, aku sudah melakukan kesalahan besar. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi” janji Syifa
“Aku senang, kamu sudah sadar. orang tua mu sangat mengkhawatirkanmu, mereka meninggalkan pekerjaannya  untuk menjagamu di rumah sakit” ujar Rey
“ AnTar aku kesana Rey, aku sangat merindukan mereka” rengek Syifa
“ Baiklah, sekarang pejamkan matamu” perintah Rey.
Syifa lalu memejamkan matanya. Seketika mereka berpindah tempat ke rumah sakit.
“Sekarang buka matamu” perintah Rey
Perlahan Syifa membuka matanya. Dia kaget melihat sekelilingnya, di ruangan itu terlihat dirinya yang sedang koma dan kedua orang tuanya yang duduk di samping tempat tidurnya.
“Syifa, bangun sayang............Bunda mohon Syifa” ujar Bunda Syifa menggengam erat tangan Syifa
“ Ayah juga minta maaf Syifa, Ayah tidak memperhatikan kamu sampai kamu seperti ini” ujar Ayah Syifa
Syifa yang mendengar perkataan keduanya merasa bahagia, dia ingin cepat-cepat kembali ke dunia nyata.
“ Kamu lihatkan betapa mereka menyayangimu”
“ Iya Rey, aku baru sadar. Terima kasih Rey, tanpa kejadian ini aku tidak akan mengetahui semua ini”
“ Tuhan yang mengirimku untuk memberi petunjuk. Berterima kasihlah kepada Tuhan” ujar Rey
“ Iya Rey, lalu bagaimana aku kembali ke dunia nyata” tanya Syifa
 Sekarang pejamkan matamu” perintah Rey.
“ Terima kasih Rey” Syifa menjabat tangan Rey.
Rey menutup mata Syifa. Hening. Syifa merasakan badannya susah digerakkan.
Syifa mulai menggerakkan tangannya perlahan. Bunda Syifa yang merasa tangan Syifa bergerak segera bangun  dan menggenggam tangan Syifa.
“ Kamu udah sadar sayang” ujar Bunda Syifa menangis bahagia.  Bunda Syifa segera membangunkan Ayah Syifa.
“ Yah, Syifa udah sadar” Bunda Syifa berteriak bahagia.
Ayah Syifa segera mendekati Syifa yang mulai membuka mata.
“ Alhamdulillah sayang, kamu sudah sadar. Ayah sangat khawatir”
“ Aa...ak...ku...di...maa...naa?”ujar Syifa terbata-bata. Syifa berusaha bangun tetapi segera ditahan oleh Bundanya.
“ Kamu masih sakit sayang, jangan banyak bergerak dulu”
“ Aku akan memanggil dokter” Ayah Syifa berlari keluar dan tak lama kemudian masuk kembali dengan seorang dokter.
Dokter segera memeriksa keadaan Syifa.
“Bagaimana keadaan Syifa dokter?” tanya Bunda Syifa
“ Keadaannya sudah mulai membaik. Dia sudah melewati masa kritisnya” ujar dokter
“ Alhamdulillah, terima kasih dokter “
“ Baiklah, saya permisi. Saya akan selalu memantau perkembangannya” ujar dokter. Dokter meninggalkankan ruangan Syifa.
Ayah dan Bunda mendekati Syifa.
“ Maafin Ayah dan Bunda sayang, kami janji tidak akan melakukannya lagi”
“ Iya Ayah, Bunda. Syifa juga minta maaf. Syifa udah buat Ayah dan Bunda khawatir” mereka berpelukan.
Semenjak saat itu, keluarga Syifa kembali utuh. Ayah dan Bundanya lebih banyak memberikan waktunya untuk anak semata wayang mereka, Syifa. Syifa kembali bahagia  merasakan kasih sayang orang tuanya. Sampai kapanpun, pengalaman Syifa bertemu Rey tidak akan terlupakan oleh Syifa.
TAMAT
Kurniyati Lukman
XII IA 2
20
 




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS